Ini kisah saya yang membawa saya sadar bahwa jika kita menyerahkan segalanya pada Allah dan #BeraniLebih untuk ikhlas, maka semua akan baik-baik saja.
Kisah ini berawal ketika saya tahu bahwa saya telah melahirkan bayi "istimewa". Memang pada awalnya, bayi merah itu tampak sehat dan sempurna. Sebagai ibu yang baru saja sukses melahirkan, itu karunia Allah yang luar biasa. Tapi, semuanya berubah ketika saya tahu bahwa bayi saya ternyata tidak sesehat yang saya pikirkan.
Di usianya yang baru 11 hari, ia terpaksa menikmati dinginnya ruang operasi. Coba bayangkan, bayi dengan berat 2,1 kilogram dengan kulit yang keriput dan sangat kecil itu, harus berhadapan dengan alat-alat medis yang akan mengoyak tubuhnya. Bayi saya mengalami kelainan di ususnya. Ukuran usus itu abnormal. Menyempit di ujungnya. Dokter mendiagnosa Athresia Jejunum.
Gejala awalnya saat ia muntah setelah saya berikan ASI. Muntahnya semakin banyak, berwarna dan berbau. Saya curiga karena semakin lama tubuhnya semakin mengecil. Sejak itulah saya yakin bahwa ada yang tidak beres dengan bayi merah itu. Jangan tanya bagaimana perasaan saya saat itu. Mengetahui bahwa bayi saya ternyata sakit bukan hal yang mudah diterima.
Saat itu saya sempat "protes" pada Allah. Kenapa saya? Kenapa bayi saya?. Saya tidak ikhlas sama sekali. Berat menghadapi kenyataan itu. Saya marah. Pada Allah dan pada diri sendiri.
Saya sempat membawa bayi saya pulang paksa dari Rumah Sakit. Alasannya, karena saya rindu menggendongnya. Berhari-hari bayi merah itu sendirian dalam kotak inkubator. Selang-selang yang memenuhi tubuhnya itu yang membuat saya semakin tidak rela. Saat itu saya berpikir, jika harus bayi mungil itu "diambil" kembali oleh pemiliknya, maka biarkan ia meregang nyawa dalam pelukan saya. Bukan di dinginnya kamar Rumah Sakit.
Egois! Begitu kata keluarga saya. Hingga satu saat, saya sadar bahwa saya memang egois. Bukankah, bayi saya punya hak untuk diobati. Saya pun memutuskan untuk kembali membawa bayi saya ke Rumah Sakit.
Tidak ada tindakan lain selain operasi. Membedah perut kecil itu, memotong usus abnormal, dan menyambung kembali dengan usus yang normal. Itulah peristiwa paling menegangkan yang pernah terjadi dalam hidup saya. Ternyata saya memang harus #BeraniLebih untuk ikhlas. Ikhlas bahwa memang Allah mentakdirkan saya memiliki bayi yang tidak sehat.
Apa yang terjadi pada akhirnya? Bayi saya sehat. Sampai di tahun kelima ini, ia masih sangat sehat. Aktif dan ceria seperti balita pada umumnya. Namun, bekas jahitan itu masih membuat lutut saya lemas. Membayangkan perjuangannya bertahan hidup saat itu membuat saya sadar bahwa ketika kita ikhlas, maka Allah pun akan memberikan yang terbaik.
[Risalah Husna]
Subhanallah menjadi seorang ibu ya mak, apalagi jika dikaruniai anak yg 'istimewa'. Ketika mampu menerima takdir-Nya dengan ikhlas insya Allah akan melapangkan jalan ke surga-Nya. Tetap semangat ya mak! Terimakasih sudah berbagi inspirasi.
BalasHapuskalo diinget lagi, bakal nangis mulu. Tapi memang ngga bisa dipungkiri, memang kenyataannya anak saya istimewa. Terimakasih sudah mengunjungi ya mak Neti :-)
HapusKisah nya bikin haru mak, alhamdulillah sekarnag adeknya sehat :)
BalasHapussalam ya untuk dedeknya :)
Alhamdulillah, sekarang sehat seperti anak kebanyakan. Insya Allah disampaikan salamnya. Terimakasih udah mau mampir mba Zefy :-)
HapusKadang kita tak tahu apa kehendak Allah yaa. Yg baik menurut kita, belum tentu menurut Allah
BalasHapusIya mak Maya, saya juga yakin kalo Allah pasti akan selalu kasih yang terbaik. Terimakasih udah mampir ya mak :-)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus