Kamis, 01 April 2021

Tentang Standar Bahagia

Sejak media sosial marak, apapun momen hidup, pengennya dibagiin aja. Saya jadi ingat postingan-postingan jaman pertama mainan facebook. Saat itu, apa yang lagi dihadapin pasti ada aja yang dishare ke media sosial. Udahlah bahasanya norak. Terus kalau pas postingan itu muncul lagi di beranda, suka jijay sendiri. 

Cara Bahagia


Saat nulis postingan bernada bahagia, mungkin aja saat itu saya lagi senang-senangnya. Pun, saat nulis staus galau, mungkin aja lagi sedih, sebel, entah sama siapa. Saat itu, mungkin ya pengennya nulis. Meluapkan apa yang dirasa. Ngga ada yang salah menurut saya. Walau mungkin, ada yang menganggap saya terlalu lebay. Saya ngga peduli. 

Standar bahagia itu berbeda bagi setiap orang. Ngga bisa disamarartakan. Ada yang happy bisa eksekusi resep, dishare ke facebook. Ada yang bahagia dapat baju inceran dengan harga diskon, pasang status. Ada yang happy bayinya bisa tengkurap, dishare di instagram. Pokoknya, bahagia tiap orang itu beda. 

Terus, ketika ada yang bilang 'yaelahh, gitu aja dishare, norak', apa ngga kaya ngajak ribut tuh. Jangan sampai jempol kita ngga punya adab. Udah lah ngga punya adab, akhirnya jadi menyakitkan orang. Apa ngga combo nyebelinnya tuh. Sekali lagi perlu diingat, standar bahagia orang itu beda-beda. Jangan sedikit-sedikit ngata-in orang yang pasang status itu riya dan segala macam. Kita ngga tahu kan perjuangan di balik kebahagian kecil mereka. 

Jikalau memang postingan itu kamu anggap riya, yaudah sih ngga usah dilihat. Skip saja gitu loh. Social media yang kita kenal saat ini, menyisipkan tombol unfollow, block, mute. Silakan dipakai jika dirasa diperlukan. Ngga usah pula pasang status 'abis block si anu, abis postingannya endorsan mulu'. Diam aja bisa kan! 

Jangan sampai, social media menjadikan hati kita jadi berpenyakit. Ngeri deh kalau sudah kena penyakit hati. Setiap teman posting sesuatu, dianggap pamer saja. Padahal maksud teman kita itu ngga pamer juga. Tapi, karena sudah ngga suka, jadi apapun yang diposting, dianggap pamer. 

Banyak-banyak istighfar. Kalau dirasa social media sudah toxic banget, boleh loh kasih jeda. Nikmati dunia nyata yang lebih real. Main sama anak, jalan-jalan sama keluarga, atau ngobrol-ngobrol santai tentang hidup sama pasangan. Bagitu banyak hal menyenangkan, yang bisa kita lakukan di dunia nyata. 

Kebahagiaan seseorang ngga bisa diukur cuma dari postingan dia di social media. Mungkin saja, apa yang dia bagiikan sebagai pengingat, bahwa mereka pernah bahagia. Jangan mengecilkan hati mereka, dengan jempol kita yang kurang dikontrol. Bahaya sih kalau mereka mereka jadi sakit hati. 

Kita semua punya kebahagiaan masing-masing. Cara mengungkapkannya beda-beda. Ngga perlu menganggap salah, dengan cara seseorang mengungkapkan kebahagiaan. Jika tak suka, bisa diskip saja. Tapi, ngga ada salahnya menyelipkan doa untuk kebahagiaan teman kita. Semoga doa-doa baik itu berbalik ke kita juga. 

Ketika kita berbesar hati dan senang dengan kebahagiaan seseorang, semoga itu jadi jalan terbukanya rezeki dan kebahagiaan buat kita dan keluarga. 

Ngga julid dengan dengan kebahaigaan seseorang itu mudah kok dilakukan. Beneran. Dilatih saja. Saat ada teman yang posting berita bahagia, bisa ucapkan 'Masya Allah, Tabarakallah' itu akan jadi doa dan menghindari kita dari penyakit hati. Insya Allah. 

Bisa yuk bisa! 

Kebahagiaan seseorang atau teman kita biarlah menjadi kebahagiaan buat mereka. Jaga adab dan jempol kita. Karena kalau di dunia maya itu 'Jempolmu, Harimaumu'. Bisa jadi baik, bisa juga jadi buruk. Kita yang mengendalikan. 

Kita tahu kan, sudah banyak banget orang yang akhirnya menyesal karena ngga bisa jaga jempol ketika mengunakan social media. Ada yang berakhir di penjara, ada yang didenda, ada yang dipermalukan sejagat maya. Pas diperkarakan, baru deh bilang 'maaf saya khilaf, menyesal'.. Auk ahh 

Jadi, bisa ya untuk ngga julid dengan kebahagiaan seseorang, sekecil apapun. Karena kita ngga tahu, bagaimana usaha mereka untuk mewujudkan kebahagiaan itu. Kita juga ngga tahu, sebelum kebahagiaan yang mereka dapat, berapa banyak susah yang mereka rasa. Sekali lagi, kita ngga tahu.  Jadi jangan jadi hakim atas kebahagiaan orang lain. Biarlah apa yang mereka rasa, jadi satu hal yang membuat mereka senang. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggalkan Komentarnya. Maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya.