badge

Jumat, 29 Juli 2022

Tanpa Diskriminasi, OYPMK Bisa Bekerja Untuk Tingkatkan Taraf Hidup


Di Indonesia, kesetaraann terhadap kaum disabilitas mungkin masih kurang. Maksudnya, mereka yang difabel masih kurang mendapatkan tempat untuk berkarya. Terlebih lagi untuk mencari nafkah. Tapi, bukan berarati tidak ada sama sekali perusahaan yang peduli difabel ya. Karena, kalau kita mau mencari informasinya, ada loh perusahaan yang mempekerjakan mereka yang mengalami disabilitas. 

Tentang OYPMK

Karena, bagaimana pun juga, mereka yang mengalami keterbatasan, pasti memiliki kelebihan dan keinginan untuk bisa mandapatkan hak yang sama dengan mereka yang normal. Padahal, jika diberikan kesempatan yang sama, para difabel juga bisa berkarya dan bekerja layaknya mereka yang normal. Ya, mungkin ada sedikit keterbatasan yang mungkin bisa mereka lakukan. Tapi, jika tidak diberi kesempatan, mana mungkin kita tahu, kan. 

Ada data yang menyebutkan, pada tahun 2019, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) disabilitas hanya sebesar 45,9%. Artinya, dari 10 penyandang disabilitas usia kerja, hanya ada 5 yang masuk dalam angkatan kerja. Angka ini hanya sepertiga dari TPAK non disabilitas. Dari data tersebut, bisa disimpulkan kalau penyandang disabilitas masih kesulitan dalam mendapatkan posisi dalam pasar tenaga kerja. 

Ruang Publik KBR

Beberapa waktu yang lalu saya ikut menyimak obrolan Ruang Publik KBR. Tema yang diangkat masih seputar OYPMK sebagai disabilitas. Kali ini temanya tentang Peran Pemerintah dalam Upaya Peningkatan Taraf Hidup OYPMK. Narasumber yang hadir kali ini, adalah : 

  • Agus Suprapto, DRG. M.Kes, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK RI
  • Mahdis Mustafa, OYPMK Berdaya / SPV Cleaning Service PT Azaretha Hana Megatrading

OYPMK

Mahdis Mustafa, sebagai OYMPK menceritakan bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam perusahaan hingga menjadi supervisor. Menurutnya, di perusahaan tempatnya bekerja sangat memberikan support terhadap OYPMK. Menurut Mahdis, dirinya sudah pernah bekerja di 3 perusahaan. 

Bagaimana Mahdis divonis kusta? Pada tahun 2010, dirinya sudah divonis kusta dan melakukan pengobatannya di sebuah rumah sakit di Makasar. Menurutnya, stigma masyarakat pun masih tinggi. Itu cukup membuat dirinya down. Mahdis sempat ada di fase terpuruk hingga tidak ada lagi semangat. 

Suatu hari, karena merasa tidak ingin terus terpuruk. Mahdis berinisiatif menawarkan diri untuk membantu bersih-bersih di lingkungan tempat ia dirawat. Bahkan dia tidak meminta gaji, asalkan dirinya bisa memiliki kesibukan. 

Tantangan Para OYPMK

Yang menjadi masalah bagi OYPMK adalah pendidikan. Banyak di antara OYPMK yang terhambat dalam melanjutkan pendidikan. Menurut Mahdis Mustafa, OYPMK biasanya berasal dari kalangan tidak mampu. Keterbatasan biaya hidup, belum lagi untuk beli obat, membuat OYPMK tidak bisa melanjutkan pendidikan. Jadi, jarang sekali OYPMK yang memiliki pendidikan tinggi. 

Pengalaman Mahdis, ketika melamar pekerjaan. Mahdis berusaha untuk jujur pada perusahaan yang dilamar, kalau dirinya adalah OYPMK. Agar ketika bekerja nanti tidak terjadi masalah. Di perusahaan tempat Mahdis bekerja, OYPMK tidak dibeda-bedakan. Yang terpenting adalah kinerja dan memang mau bekerja. Total ada lebih 20 orang OYPMK yang bekerja bersama Mahdis. 

Untuk pekerjaan, awalnya tidak semua karyawan mau menerima OYPMK hadir di lingkungan kerja. Tapi seiring waktu, melihat kinerja para OYPMK, mereka akhirnya mau menerima kehadiran rekan kerja disabilitas ini.

Memang ya, kalau banyak support dari lingkungan kerja bisa membuat para OYPMK jadi lebih semangat. Terutama para OYPMK yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka harus kuat. Apalagi ketika menerima perlakuan diskriminatif.

Bagaimana Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Taraf Hidup OYPMK 

Menurut Dr. Agus, secara klinis, pemerintah sudah concern dalam menanggulangi kusta. Secara obat-obatan, akses pelayanan kesehatan pun sudah disiapkan. Yang mungkin masih kurang adalah edukasi dan kesadaran masyarakat. Kerjasama dengan masyarakat juga dibutuhkan agar 

Tidak bisa dipungkiri, kalau masih banyak orang yang takut dengan stigma. Jadi masih banyak mereka yang teridentifikasi kusta, tapi tidak mau berobat karena malu. Masyarakat juga masih menganggap kalau kusta itu adalah penyakit menular. Jadi, kalau ketemu orang yang kena kusta harus dijauhi. Padahal, jika ada kerjasama yang baik antara masyarakat dengan penderita kusta, maka penderita kusta melakukan pengobatan.

Pemerintah memang harus bersinergi. Apalagi menyangkut kesejahteraan masyarakat. Tidak bisa jalan sendiri. Antara Kementrian yang terkait harus saling bekerjasama. Tidak bisa hanya dari Kementrian Kesehatan saja, peran Kementrian yang lain juga sangat dibutuhkan. Misalnya aja, Kementrian Tenaga Kerja, bisa mengeluarkan peraturan terkait keterlibatan penyandang disabilitas di dunia kerja. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggalkan Komentarnya. Maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...